MIMPI, SEMU, MAYA, BAYANGAN

Setiap yang ku lamunkan adalah mimpi
Setiap yang ku tatap adalah semu
Setiap yang ku rasa adalah maya
Setiap yang ku punya adalah bayangan
Kini ku semakin terpuruk
Tiada arah yang pasti
Kering kerontang sahara
Air matapun kering
Aku hidup seakan mati
Terhempas kedunia lain
Tak tersisakan di tubuhku
Hanya berhiaskan duka yang lara
Panca indera ku musnah
Aku merasa kehancuran
Kekosongan, keterpurukan, kepalsuan
Bercampur jadi bagian dalam diriku ini

FEAR OF THE DARK LOVE

Disaat cinta menemui jalan buntu
Dan tak seorangpun yang dapat membantu
Tuk temukan setitik cahaya terang
Tuk menyinari hatiku
Yang terselubung mendung
Dan yang ku temukan dalam suara hatiku
Adalah kebencian yang teramat mendalam
Akankah ku temukan
Pengganti rasa benci
Dan apakah kutemukan cinta yang sejati
Yang kan temukan pada hawa yang lain
Selain dirimu yang ku damba…..

BUMI

Dari angkasa kau tampak kecil
Dan kau tampak memukau
Dari darat kau tampak luas
Dan terasa begitu sayu
Tapi kau dihatiku tampak memukau
Dan ku sangat mengagumi engkau
Ini adalah salah satu ciptaan-Mu
Begitu pula dengan diriku
Bagaimana kau menciptanya
Dengan segala kesempurnaan-Mu
Bumi yang dihias dengan permata hijau dan biru
Yang terbentuk sebagai air dan daun
Kau ciptakan pula keragamannya
Baik itu hayati dan hewani
Dengan setruktur yang sempurna
Kau ciptakan pula manusia
Yang engkau tunjuk sebagai penjaganya
Pelindungnya, dan pelestarinya
Kau ciptakan pula materi dan mineral
Dan kini telah sempurnanya ciptaan-Mu
Diangkasa kau ciptakan cahaya
Matahari, bulan dan bintang – bintang
Matahari kau atur siang hari
Bulan dan bintang kau jadwal malam hari
Tak akan ada yang dapat menirunya
Tak akan ada yang bisa menirunya
Meniru dan menciptakannya
Hanya engkaulah satu sang pencipta

MATAHARI

Saat sang surya mulai tenggelam
Tertidurlah dia di ufuk barat
Lelah, letih dan bermimpilah dia
Di bawah rayuan sang rembulan
Rembulan yang tampak pucat pasi
Tak dapat menahan gejolak api cinta
Rambut – rambut cinta dari matahari
Akankah dia bertahan hingga esok hari
Bintang – bintang yang melihat bingung
Kenapa api cinta matahari begitu besar
Serana tak kuasa menahannya
Bagaimanakah dia harus ku tolong
Akankah harus ku teriak
Apakah aku harus berlari
Tutupilah saja api cintanya
Dengan langit yang kelam kelabu
Tapi haruskah dia selalu begitu
Setiap hari berganti hari
Dia merasakan sakit pada hatinya
Merasakan kepedihan dimalam hari
Tolong – tolonglah dia
Bagaimana dia harus melangkah
Menuju menyelesaikan hasrat hati
Untuk menguraikan rasa cintanya itu

KATA – KATA

Berkata – kata sumpah
Dalam seonggok sampah
Terbungkus dalam keranjang sampah
Dengan alasan sumpah serapah
Terus dan terus berkata – kata
Dalam barisan – barisan baitnya
Seakan kata bergema
Dengan alunan suara – suara
Kata – kata terucap setia
Janji kepada ajal tanahnya
Untuk terus merasa berjasa
Kepada ayah, ibu, saudara – saudaranya
Tapi apa daya suara
Dengan teriakan kata – kata
Yang hanya bergema dalam gua
Tanpa ada jalur dan alurnya
Kadang cuma biasa
Terkadang pula cuma hanya rasa
Yang cuma semu dan maya
Meraung – raung dalam jiwa
Kata – kata hanya kata
Sumpah juga hanya kata
Tersenyum dan tertawa saja
Karna hanya sebuah kata – kata

AJAL

Terpatri dalam titik relung hidup
Yang hanya berkutat dalam kabut rotasi
Hanya kadang meratap dan menatap
Dalam luluh lebur suatu kondisi
Hati, jiwa dan idelisme masing – masing
Bentuk wadah semua bentuk kehidupan
Yang berakal berbudi pekerti yang matang
Bukan suatu bentuk gundah dan kegelapan
Berjuang dalam suatu perjalanan
Langkah – langkah penuh darah
Bersumpah dalam suatu janji pendirian
Untuk saling merogoh dan menambah gagah
Satu untuk semua wadah hidup
Yang tergolong sama wadah hidup
Kadang wadah penuh ratap
Kitap – kitap dalam satu tatap
Akankah hidup suatu wadah berubah
Mengapa terus hal – hal yang susah
Harus dan akan tetap berpisah
Dalam suatu ajal wadah hidup bertanah
Air dingin menetes dari kelopak – kelopak tatap
Sembam dan memerah dalam putaran waktu
Dalam hidup suatu wadah hidup yang belum tetap
Mati dan hidup untuk wadah hidup pasti berlaku

SUMPAH HARI

Saat mentari berganti bulan
Dan terang berganti gelap
Terdengar seruan tarian dan nyanyian
Dalam keheningan yang senyap
Bertaburlah banyaknya bintang
Bertemankan lentera abadi
Yang selalu akan terasing dalam hening
Tak akan pula bisa berlari
Berjalan diiringi rembulan
Yang terlihat hanya gelap pekat
Menyelimuti arah dan tujuan
Hingga terjerumus dalam sesat
Berjuang lalui malam senyam
Coba untuk cari kembali
Datangnya surya yang bersemayam
Dalam suatu ujung tepi
Kurindu akan cahaya
Kurindu akan kehangatan
Kurindu akan terang dalam nyata
Kurindu akan keharuman dan keindahan
Baunya menyengat jiwa
Tak bertuah tak berasa
Sengir asam terbaut
Dalam lembab suasana kabut

BERKATA HAYAL

Saat ku terapung dan terasing
Hanyut terbawa suasana
Yang terdengar riuh dan bising
Terjerembab dalam jendela
Dengan halauan tirai
Menutup semua makna
Yang terselubung dalam hati
Bermakna dan berarti di jiwa
Meraung seolah menggema
Dalam hembusan kabut
Menggonggong dan berkata – kata
Yang takkan pernah tersebut
Suatu bentuk hayal harapan
Terpikir berpusar dalam otak
Lewat jalur rajutan – rajutan
Otot dan syaraf yang berontak
Terbuai dalam semu
Terhasut dalam maya
Terkunci dalam jeruji batu
Terbuang dalam tanah bata
Imajinasi kadang bentuk harapan
Yang tersumbat dalam selokan
Penuh dengan kotoran – kotoran
Dalam setiap tarikan dan hembusan

KUBUR BESI

Terbuka dan terkunci
Dalam kotak terukir besi
Rasa yang bertumpuk basi
Terjebak tanpa suatu sisi
Bertabur dalam kebutan debu
Tersembur dalam tabu hati
Tersapu lubuk kalbu
Berkutak lebih dini
Hanya berteman laba – laba
Yang terus berkata – kata
“Hiduplah terus kau disana”
Tanpa terperanjat dan membuka mata
Bertepuk – tepuklah sang cicak
Dan terus berketuk dalam lubuk
Bernyanyilah laba – laba dan cicak
Bersama saling terus bersorak
Ku hanya bisa tersenyum
Dalam kotak yang kelam
Lembab, basah dan senyam
Yang terus tertutup kalam
Tubuh hanya berharap
Dengan tuntunan do’a yang terucap
Untuk dapat bisa membuka
Lembaran hidup yang terus terjera

HIDUP AIR

Hidup berjalan selaksa air
Tak bertuju tanpa jalur
Hanya selalu terpancar
Dalam angin layar
Hanyut bersama arus
Yang terbawa deras
Dan terus menguras
Segala tatapan malas
Kutemui suatu kedalaman
Akupun turut tenggelam
Bergerak dalam selam
Tertuju di ruang kegelapan
Kadang ku merasuk yang dangkal
Terbentur dalam batu yang terjal
Lalui waktu penuh hayal
Tanpa tertinggal sedikit akal
Gemericik air menuju samudera
Dan aku terus terbawa
Hingga merengkuh cita dan cinta
Sampai ku terkubur disana
Ku hanya ikuti hati air
Dengan kata seperti air
Terus dan terus mengalir
Seperti apa adanya hidup air

ALUR HATI

Terbang bersama terpaut dalam alur
Dan saling terpaku untuk mengukur
Dari mata yang terus terpancar
Menggali apa yang dapat terkuar
Halus bagai selembar kertas
Dalam suatu hati yang getas
Terus dan terus terkupas
Di gundukan – gundukan kapas
Dua hari kini berlalu
Tak ada jua yang kelu
Kini rasa hanya kau yang ku tuju
Ragu merasuk ke samudera biru
Terpesona dalam dirimu yang indah
Alur hati kembali tergugah
Istana hati bertabur megah
Penuh dengan gambaran anugerah
Lanjut kini ku dalam hati
Terkurung dalam asa nurani
Yang terus tertutup tirani
Kembali hati jadi berjanji
Alur hati kadang pula terbuka
Dengan kata penuh terbata
Terengkuh dalam laba – laba jala
Untuk mengungkap suatu rasa

BERPISAH

Dulu kita berdua layaknya sepasang merpati
Berbagi segala gundah dan resah di hati
Dulu kalapun aku bahagia bersamamu
Merajut semua rasa rindu berdua denganmu
Waktu terus berlalu menggilas hati
Tanpa ku sadari aku yang terus berlari
Mengejar dan meraih semua yang kau mau
Ingin ku berhenti dan tertidur tanpamu
Disini, di peraduan alam hidupku
Yang larut tanpa ada bayang – bayangmu
Kadang pula terbesit rasa bosan
Terkadang aku muang dengan tingkahmu yang menjengkelkan
Kau yang memulai kaupun yang mengakhiri
Kau pun yang membuat suatu pemicu
Keputusan yang bulat untuk mengakhiri
Segala apa yang pernah kita buka
Hati, jiwa, ragaku kini berselimut gontai
Remuk tersapu hujan dan badai
Inilah waktu yang tepat untuk berpisah
Tapi ku ingin ini adalah akhir yang indah
Terlepas dari semua gundah
Yang terasa megah dalam hatiku
Mungkin kita bukan suatu jodoh
Selamat tinggal, terimalah suratanmu

LUKA HIDUP

Angin mendera sayu bertiup di dedaunan
Awan yang menyelimuti hanya diam terpaku
Menatap anak – anak rumput yang bergoyang
Bersuara pekik bersama halilintar yang menggelegar
Cambuk – cambuk yang semakin tajam
Datang menyambut tanah yang pekat
Menghujam tubuh yang rentan
Tetes – tetes darah mengalir ke samudera
Disana hanya terombang – ambing gelombang
Tanpa dasar, tanpa tepi dan tanpa arah
Terkoyak dengan luka – luka yang menyanyi
Ingin berlari dan menggapai sepinya hati
Aku ingin berteriak dan menggonggong
Tolong – tolong dalam tarian takdir
Mulut memuntahkan darah segar dari dalam tubuh
Lukaku semakin parah hingga kejiwa
Tapi lolonganku hanya sampai hati
Tanpa keluar melalui cerobong tenggorokan
Terseret dan terus terseret dalam ayunan hidup
Hanya bisa mendesah lirih berbisik pada buih
Aku harap cepat kembali ke peraduan
Berbaring dalam lubang tanah kecil
Biarkan aku menjadi tanah kembali
Selamanya tidur dan tak terbangunkan oleh mimpi

SATU DALAM DUA

Kau peluk aku saat ku menangis
Kehangatan kasihmu yang terlepas
Dari sebuah tangan sutera
Yang membelai lembut kelopak mata
Kau membawaku terbang
Kepak – kepak sayap cintamu
Kedalam maya yang terang
Yang membuatku menyatu denganmu
Dari sebuah serpihan batu pualam
Di tempa menjadi batu intan permata
Dari setiap malam – malam yang kelam
Kita tempa dan saling menempa
Kisah kasih yang takkan terlupakan
Hingga suatu ajal tiba
Kekal abadi selamanya
Sampai tercipta kehidupan abadi-Nya
Kembali berdua sampai alam baka
Walau tubuh tinggal tulang
Tapi hati tetap utuh dan terbuka
Selalu suci menerima cintamu yang terselubung
Dalam kegelapan yang kelam
Dalam kehidupan yang hitam
Inginku rengkuh engkau dalam cahaya
Hingga melebur semua jadi satu berdua

BERCABANG DUA

Suatu yang bisa dan tak bisa
Antara pasti dan tak pasti
Berkecamuk pikiran bergelora
Untuk berjalan dan meniti
Langkah dalam dua jalur
Bercabang tak bertepi
Membuatku tersungkur
Dalam pilihan hati
Akankah ku menepi
Dari sebuah nyata
Akankah ku mencari
Setitik cahaya
Untukku dapat memilih
Walaupun tak dapat kembali
Dalam kemelut yang gundah
Dihati, jiwa dan nurani
Baik dan baik
Buruk dan buruk
Kini bercampur menyatu
Seiring tangisan nada melayu
Kata hati mungkin jawaban
Segala ragu yang ada
Untukku meniti jalan
Antara engkau dan dia

NYANYIAN ALAM

Hati yang berkutat dengan cadar
Satupun celah tak lagi terbongkar
Yang tergetar dengan cakar – cakar
Hingga tiba kini kau muali tersungkur
Kembali hidup dan mati
Kembali terdiam dan bernyanyi
Menggema dalam jiwa dan nurani
Terkubur didalam inti bumi
Suling – suling yang tertiup bari bambu
Menyeruak masuk kedalam kalbu
Seiring raungan – raungan lembu
Hanya awan yang diam membisu
Air yang mengisi tanpa nada
Dengan tirai – tirai yang melagu
Batu – batu yang ikut berdetak penuh rasa
Membuka taria dan nyanyian alam
Kadang lagu penuh suram
Kadang syair menyayat kelam
Dalam seribu keheningan malam
Rimba raya yang menangis
Ditinggal sang raja alam semesta
Bercicit – cicit penuh lapis
Merintih bernada luruh lapa

BUKU SURAT

Rahasia demi rahasia yang terkunci
Terkubur yang terdalam di sebuah guci
Hatipun kini mulai terikat benang suci
Tanpa ada suatu sakral dan benci
Kembali tergali oleh jiwa
Yang mengandung sejuta makna
Walau tersiram gelombang air laut
Tertimbun dengan gunung selamet
Tak kan lelah terus mencari
Tak kan henti walau meniti
Bilapun sang mentari berganti
Senada ikut bernyanyi
Dalam gundah hati yang sunyi
Meraug dan merengkuh kembali
Batu – batu, pasir – pasir
Yang menyisir untaian benang kucir
Walau kadang kesat penuh sesat
Kadang kaget penuh terperanjat
Menatap pidadari yang melesat
Tanpa arah dan tuju yang tepat
Ku cari engkau hingga magma tercurat
Membakar seluruh sendi – sendi surat
Dan aku hanya bisa berkutat
Dalam suatu surat yang ketat

KITAB HATI

Biarkanlah hati yang berbicara
Dan semua akan jadi bermakna
Dalam rangkaian yang sesungguhnya
Tanpa ada sedikit duka dan luka
Berlari sambil menggapai
Terdiam sambil berfikir
Merenung bukan bermimpi
Hingga waktupun terkuar
Jadikan karangan hayal
Pasti dan akan tercapai
Meski hidup memang terjal
Walau kadang jalan penuh duri
Jalan – jalan menuju cinta
Yang mesti tertempuh
Dalam ikatan tali takdir-Nya
Yang mesti kita rengkuh
Kau tak pantas terus berlari
Kau tak pantas terus bermimpi
Untuk menyunting sang dewi
Yang begitu suci dan murni
Kasihmulah yang bisa menjawab
Sayangmulah yang bisa menguak
Semua di benak yang berkitab
Yang terkunci oleh jarak

ARTI SEBUAH “LEBIH”

Kita sudah lewati semua
Waktu, berbagi dan terbuka
Walau kadang pahit dan manis
Kita tegar dan lepas
Saat kau menangis, tertawa
Seiring merajut semua
Yang pasti dan tak pasti
Yang hidup dan mati
Bagai pohon sakura
Kita tumbuh bersama
Dengan waktu yang sekian lama
Antara terasa dan tidak terasa
Saling membuang rasa
Saling menumbuhkan rasa
Terbentuk suatu rasa
Yang terasa dalam sukma
Bagaikan para dewa dan dewi
Yang selalu berikan damai
Cahaya yang di atas cahayaku
Yang slalu menghangatkan jiwaku
Kini ingin ku rubah semua
Rasa dengan rasa hati
Lebih dari suatu yang biasa
Tak akan pernah lari dan mati

HATI DAN CINTA

Kala ku bersandar dari sebuah mata
Dan saat ku peluk erat sinar hati
Hingga bergetar seluruh raga
Bertemu dan saling mencuri arti
Menopang dan saling berpangku
Kembali bertemu dalam ruang dan waktu
Terdapat dalam sebuah tungku
Yang dulu pecah kini menyatu
Dengan panas bara dalam dada
Terikat jalinan tali suci
Air yang tertempa sang bayau
Bergolak dan mendidih menggebu
Bayang muka sang pangeran
Tertata rapi dan jelas dalam kalbu
Sang putri gelisah penasaran
Tertawa dan tersenyum malu
Sang pujangga yang coba berbait
Dalam sebuah kisah dan cerita
Antara bahagia, sedih, manis dan pahit
Mengartikan dan menorehkan tulisan dalam tinta
Diantara gelombang – gelombang awan
Rasa yang begitu terasa berbeda
Dalam suatu lubuk kalbu perasaan
Bertanya apakah semua itu sebuah cinta

BAGAI SAYAP

Manis yang terasa manis
Pahit yang sering kita lukis
Hingga asa terlepas terkikis
Dan tak akan pernah lagi menangis
Lagi terhubung rasa berdua
Untuk kita saling bersama
Sejoli yang merengguk bahagia
Satu untuk selamanya
Berbagi dan berbagi
Tertawa dan tertawa
Berdua dan berdua
Terbuai dan terbuai
Serpihan – serpihan waktu
Yang telah mengikis nurani
Janji dan sumpah setiaku
Tumbuh dalam pusara hati
Masa demi masa
Terus berlari dan mengiringi
Langkah – langkah cahaya
Untukmu dan dan takkan bertepi
Bagai langit, bintang dan bulan
Bunga, kumbang yang saling mengisi
Sayap – sayap yang sepasang
Tercipta bagai kita berdua

PELANGI

Kau siratan sinar matahari
Yang begitu memukau hati
Warna – warna yang indah
Terbujur dalam satu anugrah
Lembut, itulah yang terpancar
Pasti dan tak pasti terarah
Wujudmu tergeser
Kapan kau terpecah
Merah, kuning,hijau,
Jingga, ungu dan biru
Itulah bagian dari dirimu
Bidadari yang malu – malu
Untuk turun dan terjun bersamamu
Bernyanyi, menari, tertawa dan bercanda
Di telaga sunyi untuk mandi
Karna kau selalu tersenyum
Membalut sang dewi - dewi
Yang merajut alam
Untuk dinikmati
Untuk dihiasi
Untuk dipuji – puji
Karna kau pelangi

RATAPAN PANTAI

Angin yang bertiup kebibir pantai
Di iringi deruan ombak yang menari
Nyiurpun turut iringi dengan melambai
Burung – burung yang seakan menyanyi
Menambah riangnya suara alam
Memecah kerasnya kelam
Teriakan demi teriakan
Tangisan demi tangisan
Terdengar lirih dalam kabut jiwa
Tersayu menderu dalam galau hati
Hanya pasir yang mampu mendengarnya
Dan hanya awan yang memayungi
Teriknya kian membakar kalbu
Wajah – wajah yang sayu
Layu termakan malu
Pasirpun berkata “kau dengar itu”
Kau dengar suara yang pilu
Sang awan hanya terpaku
Pilu yang menyayat – nyayat
Ratapan hati yang biru tergugat
Seoasang mata yang menatap
Tanpa ada kekuatan yang teguh
Untuk ia beranjak melangkah
Karna hatinya yang tak tau arah

SAP... SAP... LENYAP

Janji setiamu
Masih terngiang di telingaku
Kata manismu
Takkan pernah tinggalkanku
Kini semua samar
Kini semua memar
Dalam jiwaku, hatiku
Dalam ragaku, dadaku
Saat kau nampak jauh
Dan tak bisa ku sentuh
Tanpa kau sadari
Dan hanya ku rasa sendiri
Cinta yang tumbuh untukmu
Dalam sayap hatiku
Ku kepakkan selebar langit
Kau kini buatku sakit
Memang kini ku bukan yang terbaik
Kalau memang itu pantas kau lepaskan aku
Dan jika esok ku yang terbaik
Ku harap cintaku yang apa adanya
Ku takkan lagi untuk berharap
Kini cintamu untukku kurasa lenyap
Bagai malam yang senyap
Serasa hidupku kalap