Diposting oleh
PUSTAKA JIWA
komentar (0)
Saat kedua mata terkualai berair
Menetes kerap tanpa berhenti mengalir
Tubuh terasa runtuh kebumi, lunglai tak bersuara
Kala memandang, menatap luas hamparan manusia
Pikiran dalam otak terasa mendung menderu
Tatkala tanah pijakan bergoyang menggebu
Meruntuhkan persinggahan peraduan kelabu
Mencoba menghancurkan yang menjulang tugu
Rintihan ribuan suara penuh ratap menyambut
Ditinggalkan kerabat terdekat tergeletak tak bergerak berdegub
Tertimbun ribuan reruntuhan debu beton bangunan
Karna gejolak bumi yang meratakan kerumunan
Tak pelak harta benda musnah tak berbekas
Kini diri coba tuk meminta tangan berwelas
Mengurangi derita hati yang terkuras
Tuk berderap memapah tubuh yang lemas
Entah... siapapun tak ada yang kan tau
Luka hati, derita, ratapan ini akan bencana melanda
Hanya terus bersandar dalam kain yang berdebu
Yang kan berteriak keras setiap kali dirundung duka
Tuhan tolong hilangkan derita ini, Tuhan...
Apakah ini termasuk ujian dan cobaan darimu
Yang melanda terus silih berganti tanpa henti menghujam
Kami tak tau kehendakmu, Tuhan... berikan ridhomu...
Menetes kerap tanpa berhenti mengalir
Tubuh terasa runtuh kebumi, lunglai tak bersuara
Kala memandang, menatap luas hamparan manusia
Pikiran dalam otak terasa mendung menderu
Tatkala tanah pijakan bergoyang menggebu
Meruntuhkan persinggahan peraduan kelabu
Mencoba menghancurkan yang menjulang tugu
Rintihan ribuan suara penuh ratap menyambut
Ditinggalkan kerabat terdekat tergeletak tak bergerak berdegub
Tertimbun ribuan reruntuhan debu beton bangunan
Karna gejolak bumi yang meratakan kerumunan
Tak pelak harta benda musnah tak berbekas
Kini diri coba tuk meminta tangan berwelas
Mengurangi derita hati yang terkuras
Tuk berderap memapah tubuh yang lemas
Entah... siapapun tak ada yang kan tau
Luka hati, derita, ratapan ini akan bencana melanda
Hanya terus bersandar dalam kain yang berdebu
Yang kan berteriak keras setiap kali dirundung duka
Tuhan tolong hilangkan derita ini, Tuhan...
Apakah ini termasuk ujian dan cobaan darimu
Yang melanda terus silih berganti tanpa henti menghujam
Kami tak tau kehendakmu, Tuhan... berikan ridhomu...
Diposting oleh
PUSTAKA JIWA
komentar (0)
Mungkin aku yang salah menilai
Terlambat tuk menyadari kehadiranmu
Memberikan sebuah arti untukku
Dan mungkin aku tak memahami
Salahku yang terlalu acuh padamu
Seseorang yang peduli terhadapku
Kini engkau berpaling dari hadapanku
Beralih kehati yang mengerti dirimu
Terlambat kini harus kusesali sendiri
Kebodohan yang ada pada diri
Kini hanya bisa mengecap kelu dalam hati
Yang tak bisa memiliki hati bermanusiawi
Maaf atas sikapku terhadapmu
Mungkin hanya itu yang pantas kuucap padamu
Karna kutak bisa tuk memilikimu
Damai bersama dalam pujaanmu
Perlahan tapi sangat pasti
Kini kau harus segera pergi
Bersama kasihmu yang tlah bertaut dihatimu
Kuharus relakan kepergianmu
Terlambat tuk menyadari kehadiranmu
Memberikan sebuah arti untukku
Dan mungkin aku tak memahami
Salahku yang terlalu acuh padamu
Seseorang yang peduli terhadapku
Kini engkau berpaling dari hadapanku
Beralih kehati yang mengerti dirimu
Terlambat kini harus kusesali sendiri
Kebodohan yang ada pada diri
Kini hanya bisa mengecap kelu dalam hati
Yang tak bisa memiliki hati bermanusiawi
Maaf atas sikapku terhadapmu
Mungkin hanya itu yang pantas kuucap padamu
Karna kutak bisa tuk memilikimu
Damai bersama dalam pujaanmu
Perlahan tapi sangat pasti
Kini kau harus segera pergi
Bersama kasihmu yang tlah bertaut dihatimu
Kuharus relakan kepergianmu
Diposting oleh
PUSTAKA JIWA
komentar (0)
Bergerak tapi tak berlari
Cepat tetap terasa lambat
Untuk mengubah bentukan alur hati
Dan kembali takkan terarah tepat
Beban sungguh terasa berat
Menumpuk penuh dalam jidat
Bergoyang bukan miring
Tumpuan kaki terasa tak seimbang
Jalan pendek tapi tak pernah terbatas
Bermuara tapi tak berujung
Cucuran hujan keringat mengucur deras
Karna rasa was - was dalam berjuang
Terlihat tapi tak terpandang
Samar coba kembali mengundang
Diam..., dan terus terdiam terpaku
Berkutat dalam lumpur hidup tanpa jemu
Stagnan jiwa raga tak terkejar
Garang meronta mulut berkoar
Merasa mati suri juga tak merasa mati
Tapi hidup jiwa tetap terasakan mati
Berasa hambar tapi memiliki rasa
Terbilang diri kini dalam putaran depresi
Bertenaga tapi akan tetap tak pernah kuasa
Stagnan..., oh stagnan problema kapan terakhiri !
Cepat tetap terasa lambat
Untuk mengubah bentukan alur hati
Dan kembali takkan terarah tepat
Beban sungguh terasa berat
Menumpuk penuh dalam jidat
Bergoyang bukan miring
Tumpuan kaki terasa tak seimbang
Jalan pendek tapi tak pernah terbatas
Bermuara tapi tak berujung
Cucuran hujan keringat mengucur deras
Karna rasa was - was dalam berjuang
Terlihat tapi tak terpandang
Samar coba kembali mengundang
Diam..., dan terus terdiam terpaku
Berkutat dalam lumpur hidup tanpa jemu
Stagnan jiwa raga tak terkejar
Garang meronta mulut berkoar
Merasa mati suri juga tak merasa mati
Tapi hidup jiwa tetap terasakan mati
Berasa hambar tapi memiliki rasa
Terbilang diri kini dalam putaran depresi
Bertenaga tapi akan tetap tak pernah kuasa
Stagnan..., oh stagnan problema kapan terakhiri !