MARAH

Menusuk semua terasa menusuk
Kekuatan ego bergejolak
Hati meletus tuk berteriak
Tak henti - henti menguak

Kondisi diri siap beranjak
Dalam kacau yang membelalak
Omongan kian bersorak
Tak henti dalam mengajak

Terlontar semua kata busuk
Memaki penuh congkak
Mengumpat seribu bahasa berlagak
Entah apa yang mengusik

Malam kian berlalu, berteman suara jangkrik
Emosi kian melambung penuh dahak
Tak terasa suara menjadi serak
Hingga menginjak waktu berdetak

Sudah banyak tenaga yang bergerak
Otot dan urat sudah sulit untuk merangkak
Amarah yang telah meledak
Merusak ketenangan jiwa menyimpan congkak

Hening sejenak...
Renungi sesal yang coba merasuk
Apa yang telah terjadi mendadak
Terpikir untuk kembali rujuk

DALAM HENING MALAM

Kembali dalam hening malam
Yang terasa kian mencekam
Terpatri diri penuh sekam
Dan terus akan membungkam

Dalam tiap malam aku sendiri
Seorang diri tak tertemani
Meraung agar terasa ramai
Tapi malam tetap bisu dan mati

Tergeletak diri dalam lembaran kasur
Masih merasa hening yang mengubur
Berlari tuk bisa kabur
Tak peduli berapa jauh tlah terukur

Untuk tinggalkan malam penuh hening
Hingga aku jatuh terpelanting
Merasakan luka perih dan pening
Terus berlari meninggalkan hal - hal penting

Yang terlupakan karna sepi menyiksa diri
Mencari teman dalam malam sepi
Menyiangi helai demi helai tirai malam melambai
Karna berfikir dapat diri menyudahi

Tapi tetap temukan hening malam
Yang tak terakhiri dan terus menyulam
Setiap waktu tuk tenggelam
Dalam kelunya hening malam menerkam

TERBAYANG PERTEMUAN SESAAT

Sesaat kau tampakkan sosokmu
Anggun dan gemuali nian gerakanmu
Dalam setiap derap dan deru langkahmu
Itupun terpancar lewat tutur kata dari bibirmu

Yang menyapu setiap mata lelaki
Entah kenapa kini kumulai terbuai
Akan indah raut muka yang cantik
Hanya karna pertemuan sesaat, terkuak

Tatap matamu mengisyaratkan diri coba tuk beranjak
Untuk lebih dalam mengenal dirimu agar terkuak
Bayangmupun masih teringat dalam benak
Saat kau beranjak tuk pergi menapak

Kini dirimu seutuhnya tlah terlukis oleh otakku
Yang takkan pernah bisa terhapuskan
Karna engkau selalu terbayang dalam setiap waktuku
Berharap dapat bertemu denganmu kembali

Seandainya ada waktu dalam hari yang teraih
Ku ingin coba tuk berjumpa denganmu tanpa tertatih
Andaikan ada sebuah harapan dlam kepastian
Akan kucoba menyerukan isi hati untuk sebuah perasaan

Teruntuk dirimu yang selalu terbayang
Akankah slalu bisa terulang
Pertemuan yang kutunggu denganmu
Yang membuatku merasakan rindu

AKU DAN KISAH HIDUPKU

Terpaut dalam balutan selendang ibunda
Sipit mataku merapat menatap matanya
Berteriak meratap lidah dan bibirku ingin disusuinya
Jemari kecilku menggenggam erat sebilah jemari manisnya

Itu aku dulu...
Belum berfikr menggebu
Masih menunggu
Tumbuh dewasa dan masih lugu

Tya begitu panggilan yang diberikan
Melekat hingga sekarang dalam setiap perjalanan
Memberikan do'a pada setiap aku memijakan
Hingga keluar jauh dalam lingkup kekeluargaan

Seperti lepas....
Terbang bebas tanpa suatu batas
Melaju cepat waktu pun tertembus
Bagai busur melepas anak panah melesat deras

Kini...
Aku bisa berfikir sendiri
Menentukan garis hidupku menurut pilihan hati
Agar bibirku tetap berseri

Terlepas dari kesemuanya itu
Problema dalam takdirku mengiringi langkahku
Yang tertelusuri goda dan coba terus merayu
Menghantui aku dalam setiap waktu

Kadang aku frustasi...
Terkadang diri tegar berdiri
Dan ada kalanya diri bersimbah air mata hati
Menguji ketabahan dalam pergulatan jatidiri

Hidup ini terisi
Dengan adanya keluarga yang mendampingi
Orang terkasih yang mengasihi
Sahabat dan teman yang menemani

Kesemuanya itu adalah bagian hidupku, bagai embun....
Yang kan terus menetesi tanah jiwa penuh kesejukan
Menyinari bak mentari memberi kehangatan
Cahayanya menuntun setiap perjalanan

@ andree-celezska
18.September.2010
02:44:25 AM

DERITA

Saat kedua mata terkualai berair
Menetes kerap tanpa berhenti mengalir
Tubuh terasa runtuh kebumi, lunglai tak bersuara
Kala memandang, menatap luas hamparan manusia

Pikiran dalam otak terasa mendung menderu
Tatkala tanah pijakan bergoyang menggebu
Meruntuhkan persinggahan peraduan kelabu
Mencoba menghancurkan yang menjulang tugu

Rintihan ribuan suara penuh ratap menyambut
Ditinggalkan kerabat terdekat tergeletak tak bergerak berdegub
Tertimbun ribuan reruntuhan debu beton bangunan
Karna gejolak bumi yang meratakan kerumunan

Tak pelak harta benda musnah tak berbekas
Kini diri coba tuk meminta tangan berwelas
Mengurangi derita hati yang terkuras
Tuk berderap memapah tubuh yang lemas

Entah... siapapun tak ada yang kan tau
Luka hati, derita, ratapan ini akan bencana melanda
Hanya terus bersandar dalam kain yang berdebu
Yang kan berteriak keras setiap kali dirundung duka

Tuhan tolong hilangkan derita ini, Tuhan...
Apakah ini termasuk ujian dan cobaan darimu
Yang melanda terus silih berganti tanpa henti menghujam
Kami tak tau kehendakmu, Tuhan... berikan ridhomu...

SALAHKU TAK MENYADARI

Mungkin aku yang salah menilai
Terlambat tuk menyadari kehadiranmu
Memberikan sebuah arti untukku
Dan mungkin aku tak memahami

Salahku yang terlalu acuh padamu
Seseorang yang peduli terhadapku
Kini engkau berpaling dari hadapanku
Beralih kehati yang mengerti dirimu

Terlambat kini harus kusesali sendiri
Kebodohan yang ada pada diri
Kini hanya bisa mengecap kelu dalam hati
Yang tak bisa memiliki hati bermanusiawi

Maaf atas sikapku terhadapmu
Mungkin hanya itu yang pantas kuucap padamu
Karna kutak bisa tuk memilikimu
Damai bersama dalam pujaanmu

Perlahan tapi sangat pasti
Kini kau harus segera pergi
Bersama kasihmu yang tlah bertaut dihatimu
Kuharus relakan kepergianmu

STAGNAN

Bergerak tapi tak berlari
Cepat tetap terasa lambat
Untuk mengubah bentukan alur hati
Dan kembali takkan terarah tepat

Beban sungguh terasa berat
Menumpuk penuh dalam jidat
Bergoyang bukan miring
Tumpuan kaki terasa tak seimbang

Jalan pendek tapi tak pernah terbatas
Bermuara tapi tak berujung
Cucuran hujan keringat mengucur deras
Karna rasa was - was dalam berjuang

Terlihat tapi tak terpandang
Samar coba kembali mengundang
Diam..., dan terus terdiam terpaku
Berkutat dalam lumpur hidup tanpa jemu

Stagnan jiwa raga tak terkejar
Garang meronta mulut berkoar
Merasa mati suri juga tak merasa mati
Tapi hidup jiwa tetap terasakan mati

Berasa hambar tapi memiliki rasa
Terbilang diri kini dalam putaran depresi
Bertenaga tapi akan tetap tak pernah kuasa
Stagnan..., oh stagnan problema kapan terakhiri !

YA... SUDAH KINI TERGANTI

Kau yang dulu kucintai dan kusayangi
Kau juga yang dulu memberiku rasa memahami dan mengasihi
Hingga sampai putaran waktu hidupmu terhenti
Dirimu tetap memberikan hati pada diriku ini

Kini engkau tlah menutup kedua matamu
Kini engkau bertemankan para malaikat
Karna engkau benar - benar tlah tiada tinggalkan diriku
Dan kusadari warna hatiku pun menjadi pucat

Penuh ratap air mata dalam setiap detakku
Kini tak tau apa saja yang harus kuperbuat
Hingga ku temukan sebuah harapan yang mendekat
Untuk dapat lanjutkan perjalanan dalam hidupku

Sehingga kutetapkan tuk mengganti cinta dan kasihmu
Dengan sebuah hati yang lainnya dan dapat mengganti...
Mengganti namamu dalam hatiku yang kudekap erat sekali
Dan menetapkan engkau menjadi kenangan indah dihidupku

Perjalanan tuk mencari pengganti dirimu masih terus berjalan
Tanpa henti, tanpa letih diriku terus mencari
Walau penuh godaan dan penuh seabrek rintangan
Yah... sudah, engkau memang harus tergantikan kini

ISI HATI

Satu menyerukan kebajikan
Satu menyerukan kejahatan
Semua tergantung penggunanya
Tanpa tertipu suatu penampilannya

Orang baik dan taat agama
Bisa saja melakukan pembantaian sadis
Dan orang jahat berhati iblis
Malah dapat melakukan sebaliknya

Setan dan iblis memang berbahaya
Tapi tak sedahsyat jahatnya isi hati manusia
Malaikat senantiasa membisikkan kebaikan
Dan iblis menjunjung kezaliman

Manusia memang sulit diterka
Tapi lebih sulit menerka isi hati manusia
Tampan, rapi bukan jaminan
Buruk rupa, gembel juga belum tentu jaminan

Mengukur dan menilai kebaikan
Menimbang dan memutuskan kejahatan
Memang menyakitkan dan membingungkan
Tak bisa seenaknya untuk menentukan

Isi hati siapa bisa menerka
Mulut memang berbicara jujur
Tapi belum tentu hati yang berkata
Hanya diri kita yang tau berkata jujur

SIAPA DIA???

Saat ini kubutuh cinta
Dan kini ku perlu kasih
Karna terpaut api asmara
Hati yang tak tersinggahi orang terkasih

Ingin memulai mencari tambatan hati
Seleksi mata terus terbuka tanpa henti
Tapi siapa??? dan ada dimana dia???
Pertautan hati yang terakhir menerima

Rasa sayang dalam hati ingin tercurahkan
Tapi kembali bertanya "kepada siapa???"
Belum terjumpai putihnya kelambu hati wanita
Yang dapat menggetarkan dan menggerakkan

Untuk bibir diri menyatakan pernyataan
Dan belum ada yang pantas menerima ungkapanku
Bingung tapi butuh akan cinta seseorang
Kalut menyelubungi diri untuk menguji

Banyak pilihan cinta, tapi hati siapa...???
Banyak macam kasih sayang, tapi yang seperti apa...??
Siapakah gerangan dia...? yang dapat membuaiku
Yang dapat mencintai dan menyayangi diriku

Kini belum kutemukan...
Bukan hati ini, mungkin?
Atau bukan ditenpat ini kujumpai
Kini berjalan berkelana mencari siapa dia???