MALAM MINGGU SURAM

Malam minggu malam yang di tunggu
Untuk merajut kasih berdua
Di tunggu sampai lima hari lamanya
Dan cinta berpadu saat bertemu

Huuuhhh.. tapi tak diduga tak disangka
Tetesan - tetesan menyelimuti angkasa
Berkawan awan yang legam
Membuat hati terasa muram

Malam minggu yang kelabu...
Hujan menyrami sedari siang
Hingga buatku terasa membeku...
Terasa sangat meradang

Ingin melepas kerinduan
Dengan sang pujaan
Biar suasana terhangatkan
Tapi apa yang terjadi aku tetap rasakan dingin

Capek badan seharian beraktifitas
Ingin melepas lelah dengan canda
Tapi apa yang kurasakan tak beralas
Kini hanya kan menutup mata saja

Malam minggu ini tak terasa indah
Seindah saat menanti malam ini
Perasaan jadi hampa meraum
Cepatlah terlewati malam ini

MERINDUI MU


Ku tau aku sendiri disini
Ku tau aku merana menanti
Ku tau aku melamun tanpa henti
Ku tau aku mengupas hari demi hari

Entah kenapa bayangan mu selalu ada
Merasuki jiwa dan pikiran ku dalam maya
Alunan - alunan sendu mengalir didada
Mengikis rasa yang begitu membara

Rasa rinduku padamu
Seakan mengumpat tuk ingin segera bertemu
Dalam peluk hangat penuh cumbu
Seakan menyatu dalam satu waktu

Sayang...
Cepatlah engkau datang
Aku sungguh merinduimu tuk bertandang
Singgahi relung hatiku yang penuh cinta sekarang

Menggebu - gebu tak ada ujung tepinya
Layaknya memuja kasihmu aku tercandu asmara
Kini disini aku benar kan menungguimu semata
Melepas segala yang ada didada

Datang... datanglah sayang...
Mari kita bergandeng
Membuat hari jadi penuh senang
Berdua melepas kerinduan yang tersimpan lama sayang....

HIDUPKU...?


Begitu banyak kisah
Dalam hidupku yang tertumpah
Tak luput akan sumpah
Dan sekejap terbuang di tong sampah

Sebenarnya ku tak mengerti hidup?
Yang selama ini ku hirup
Kadang terbuka meletup
Kadang rapat tertutup

Hanya bisa jalani apa adanya
Hitam... akupun hitam...
Putih... akupun putih...
Terombang - ambing permainan dunia

Tak tentu aku melangkah
Terkadang sorakan penuh riuh
Terkadang cacian tanpa jenuh
Yang membuat otakku gundul

Bagaimana seharusnya?
Putih saja...? tak seimbang
Atau hitam saja...? tak seimbang
Hanya percaya yang ku yakini

Hidupku...
Aku yang menjalani sendiri
Aku yang kan mengerti
Karna inilah hidupku...?

DI KAMARKU


Di kamarku...!
Ada jam tergeletak di meja
Penuh suara,
Putaran penuh rotasi tanpa batas

Di kamarku...!
Ada kalender tergantung
Berjejer angka - angka
Menandai setiap hariku

Di kamarku...!
Ada lemari tua
Yang berisikan stelanku
Berhias warna - warni pelangi

Masih di kamarku...!
Ada kasur usang dan bantalnya
Membungkus diriku bermimpi
Dalam kehangatan selimutnya

Di kamarku yang sederhana
Inspirasi tercipta
Pikiran terbuka
Merangkai kata dalam pena

SETITIK CAHAYA


Cahaya... ku butuh cahaya!
Bosan dengan gelap
Berisikan penat yang menyumbat
Dalam rongga - rongga nafasku

Putih... ku ingin putih!
Tak mau lagi hitam
Yang legam kelam
Membuat mata buta

Terangi setiap tapakan kaki
Tak satupun menghalangi
Atas apa yang ku ilhami
Terkuak dalam hati

Ingin kembali bersih
Tanpa noda terbawa
Layaknya kertas putih
Yang belum tertoreh pena

Ya... ku butuh itu
Ku butuh cahaya putih
Walau hanya seberkas titik
Sebisanya akan ku raih

Semampu dan sekuat aku
Membuat pondasi dalam hatiku
Yang berputar melalui poros
Tuk temukan satu jalan lurus

PERISAI - PERISAI SUNYI


Ku menanti kedatanganmu kawan
Karena hari ini aku sedang sendiri
Menanti senyum yang kau berikan nanti
Jangan biarkan aku sendiri kawan

Dalam keheningan yang cekam ini
Kita akan sama menikmati nanti
Segelas kopi dan singkong bakar
Yang cukup mengganjal mulut cacing

Diperut dingin ini
Sekali lagi untukmu kawan
Datanglah segera pada hatiku
Kesedihanmu adalah kesedihanku juga

Usah... kau...!
Jangan kau lepaskan perisai riang ini
Usah... kau... lemparkan
Ketempat yang menyesakkan bulu roma

Bila esok kau kan mandi
Sampaikan salam manisku
Untuk air hangat
Yang akan mengguyurmu

HILANG MALAMKU


Berbaring pada malam sepi
Terlentang tak berselimut
Terpejam mencari mimpi
Dalam nafas yang bersahut

Waktu kian larut
Tapi hanya diam tak berarti
Benak pikiran masih terlambat
Membuat diri menggeliat sendiri

Entah apa yang mengganjal
Mata kembali terbuka
Walau diri ingin bersandar bantal
Tapi tak jua diri terjaga

Kini ruang terpenuhi kabut tebal
Dari diri yang bangkit menganga
Membuang asap tebal
Dari tiap hisapan rokok yang mengganjal

Mengepul memenuhi tata ruang
Membias sinar tak berangin
Hanya diam berjemur kering
Dibawah sorotan lampu jalan

Kemana nikmatnya mimpiku?
Kemana belaian malamku?
Yang saat ini tak bisa ku raih kini
Dalam malamku yang tak terjaga dari dini

JUSTRU KARENA ITU...?


Semua ku tangisi
Semua ku ratapi
Semua ku sesali
Dan semua tak bisa kuhindari

Kenyataan yang selalu berjalan
Kenyataan yang selalu bersebelahan
Kenyataan yang selalu bergandengan
Yang kadang tak seindah diangan

Setiap perbuatan berimbas penyesalan
Setiap penyesalan berimbas kekecewaan
Setiap kekecewaan berimbas kemurungan
Dan setiap kemurungan berimbas dalam kehidupan

Kenapa harus tertoreh luka?
Kenapa harus tertoreh duka?
Kenapa harus tertoreh asa?
Yang kian lama kian meraja dada

Selalu ku rasa dan bertanya - tanya
Selalu ku coba dan terus berusaha
Selalu ku bandingkan dengan yang ada
Selalu dan selalu terus menguak nyata

Tapi tak bisa ku temukan jawaban yang ada
Saat memikul luka tubuh dan hati yang dalam diraga
Di sembuhkan pun takkan hilang bagai maya
Tapi justru karena luka itu aku kini ada

SAJADAH


Terlentang merata
Halus dan beraroma wangi
Berhias lekukan ukiran
Walau hanya gambaran

Berumbai - rumbai tertata
Dalam garis diatas bawahnya
Berwarna - warni
Dan berdampingan serasi

Menemani aku dalam bersujud pada-Nya
Menghaturkan puja dan puji untuk-Nya
Mengantarkan do`a - do`a kepada-Nya
Dalam setiap lima waktuku untuk-Nya

Sekilas tak terasa
Karena kau hanya sebuah kain
Kain bersulamkan benang
Yang membujur ku hujani

Tapi kau suci bagiku
TApi kau berarti bagiku
Tapi kau teman surgaku
Yang selalu ada untukku

Sajadah yang tak berjiwa
Tetap kan hidup dalam dada
Menguak tekunnya do`a
Yang tertata dalam barisan kata

BISIK - BISIK HATI


Ku kenang dikau
Dalam baju biru
Tersenyum manis dipurnama
Saat jumpa pertama

Ku kenang dikau
Dalam kaca matamu
Dan segaris gigi
Yang ramah berseri

Ku kenang akan hatimu cinta
Yang menyanyikan asmara
Dalam purnama raya
Membuai jauh kedalam bunga

Dunia penuh tawa
Berdendang dengan canda
Menghamburkan segala rasa
Yang tertanam didada

Bayang itu tak terlupa
Berisi gambaran dirimu semata
Merasuk penuh cinta
Dan terus menggila

Penuh dengan dikau
Dan hanya dikau
Mengarat dalam kalbu
Seakan hatiku tercumbu

STYROFOAM


Menonjol berbentuk kotak
Tak keras juga tak lembek
Menempel pada tegaknya tembok
Yang berhias paku dan cicak

Tak bisa bergerak
Tak bisa berlagak
Hanya diam terbelalak
Tertempel kertas berkacak

Kertas - kertas yang terisi tulisan
Mengiang dalam setiap lantunan
Yang berbentuk pesan - pesan
Yang melukiskan kiasan - kiasan

Mengingatkan otak yang tlah tumpul
Agar diri tetap ingat dan terpental
Jauh memulai hari tanpa tersendal - sendal
Yang berjalan beralas sendal

Yah..., kau sisipan otakku
Kau singgahan kata - kataku
Yang sementara tak kekal olehku
Styrofoam kamarku

Yang biasa ku lubangi
Dengan paku - paku yang menancap tak lestari
Yang kadang menari tertiup angin sepoi
Tapi tetap putih dan menempel terkendali

TAK MAMPU...?! ANAKKU


Kini ku belum bisa berjumpa denganmu
Dan tak bisa ku temui engkau
Walau ingin sekali hati memelukmu
Mengucapkan sayang kepadamu

Entah kapan, ku tak bisa berjanji
Tuk bisa bersamamu kini
Karna ku tak bermateri
Karna ku tak bisa meyakini

Bahwa ku mampu membagi hidupku
Yang penuh dengan susah dan liku
Karna ku ingin kau tercukupi disana
Karna ku ingin kau bahagia disana

Walau ku tau kau ingin sekali bertemu
Bertemu denganku yang sangat kau rindu
Tapi karna keadaan ku lah yang memaksa
Karna ketidak berdayaan ku lah yang ada

Tapi satu yang harus kau yakini
Terpatri dalam lubuk hati
Ayahmu masih ada disini
Menunggu engkau dewasa nanti

Tuk dapat menemui diriku
Ayah..., ayah yang sangat merinduimu
Dan pasti..., pasti untukmu
Namamu terukir dihati tak terlupakan olehku

AAACCCRRRHHH....!!!


Ku berjalan melewati lorong - lorong pasir
Banyak sekali mata yang mengukir
Menatap, melihat, mengamati penuh tafsir
Bagaikan roh gentayangan yang terusir

Adakah yang salah dengan diriku...?
Adakah yang tak mengenakkan mereka atas diriku...?
Tak taulah... kini jadi pertanyaanku
Tak taulah... gambaran orang tentang hidupku

Tak pelak ku mendengar cibiran mereka
Sayup - sayup menahan suaranya
Ku coba tengok diriku mengoreksi semuanya
Dan ku rasa ku baik - baik saja???

Tak mengertilah menatapku
Tapi telinga ini tak tertahan panasnya nan menyerbu
Seakan makian demi makian tak henti tertuju padaku
Dan tak secara langsung mereka memfonisku

Ku akui ku memang tak tampan
Ku sadari ku banyak kekurangan
Hitam memang perjalananku sekarang penuh pergolakan
Tapi tak sehitam mereka punya pikiran

Sudah ku coba acuh tak acuh
Atas dentuman yang memecah
Dan suka tidak suka inilah hidupku yang terkayuh
Tapi tak menghentikan mereka, kenapa...??? aaacccrrrhhh...!!!

SETENGAH JAM


Setengah jam yang lalu kau masih disini
Setengah jam yang lalu kau masih bersamaku
Setengah jam yang lalu kau masih bernyanyi
Setengah jam yang lalu kau masih mendekapku

Setengah jam kini tlah berlalu
Dan setengah jam yang lalu tlah sirna
Setengah jam itu kau tinggalkan semua
Dan setengah jam lalu kau lepaskan diriku

Setengah jam yang takkan kembali
Setengah jam yang takkan terulang lagi
Dalam setengah jam ku bersamamu
Dalam setengah jam waktuku

Setengah jam buatku terasa lama
Setengah jam buatku terasa cepat
Setengah jam yang buatku bahagia
Setengah jam yang buatku terperanjat

Entah mengapa hanya setengah jam
Entah mengapa semua kembali terpejam
Hanya dalam setengah jam
Yang buatku tertawa dan diam

Yah setengah jam, setengah jam yang lalu
Terlewati setengah jam ku jadi kaku membeku
Mungkin itulah putaran denyutku
Yang hanya tersisa setengah jam buatmu

KEBODOHAN


Mengukir jejak dalam - dalam
Tak mengerti sebuah arti mendalam
Yang terus tertuang tak pernah padam
Tak terasa malah menyinggahi kelam

Bodoh diri terus mendekam
Yang terpatri penuh dengan sekam
Membawa diri jauh tenggelam
Dengan mata berhias sembam

Karna tersadar semua tlah terjadi
Tak mungkin lagi kan kembali
Bermula dari ketakpastian diri
Hingga picik tak terkendali lagi

Yah... semua ini menyangkut kehidupanku
Yang terus berakhir dengan penyesalanku
Tak bisa ku raih hikmah dalam hidupku
Penuh kebodohan yang tak terselesaikan olehku

Sekian lamanya ku mulai tersadarkan
Dalam dunia angan dan lamunan
Ketika mengulas balik kenangan
Dan harus menyadari dan merelakan

Setiap hentakan yang terlewatkan
Yang tlah terukir penuh gumpalan
Ya..., gumpalan - gumpalan kebodohan
Selalu tak bisa terhentikan

HITAM PUTIH DIRI KITA


Dalam diriku tertanam dua benih
Yang terbagi dalam hitam dan putih
Entah mana yang kan terpecah
Dan merasuki diri yang berwadah

Tapi kini kurasa aneh
Dalam alur yang terpanah
Dan tak bisa ku pastikan segala arah
Walau tlah tertempuh semua sumpah

Kadang diri hitam legam
Terselimuti amarah dan emosi menghantam
Egoisme yang tak henti dalam keras kepala tersulam
Berbuat melebihi setan nan mendekam

Tapi kadang pula diri putih bersih
Bermahkota dan bersayap dalam jubah
Welas asih dan berperasaan mengalah
Berselimutkan kedamaian para malaikat nan singgah

Sulit tuk tetapkan jati diri
Karna seyogyanya kita tak bisa mengakhiri
Bentuk - bentuk diri yang merajai
Tak henti dan tak terkendali

Kita bisa saja bersandiwara...
Berpura - pura tanpa tau apa - apa
Terkadang pula kita bisa bicara pada semua
Jujur dan apa adanya tentang diri kita

MASIH SENDIRI


Sendiri..., kini ku masih sendiri
Walaupun banyak yang tlah terlewati
Namun tak ada yang menyinggahi
Tak henti diri terus mencari

Menekuni hari demi hari
Tlah banyak waktu yang terlewati
Satu... satu tambatan hati
Tuk dapat ku mengakhiri

Segala penantian panjang ini
Yang jadikan hidupku berseri
Yang jadikan hidupku terisi
Tak lagi kosong tanpa bunyi

Apakah ini suatu uji
Yang tak tau ujung rimba ini
Segala do`a, daya dan upaya
Tlah ku coba meminta

Tapi tetap..., tetaplah seperti ini
Sendiri..., terus ku jalani sendiri
Serasa tanpa arah terhenti
Semua berjalan mengiringi

Kini kurasa lelah sendiri
Merasa putus asa dalam diri
Dan ku hanya kan pasrah pada-Nya saja
Semoga kan di beri petunjuk oleh-Nya

PENYESALAN


Sesuatu bermula dari awal
Yang bersaut dalam bibir tebal
Bersumber dari otak yang bebal
Tak melihat karena tumpul

Tak menau apa yang kan terjadi
Hanya terus melangkah tanpa pikir kembali
Egois, ya egois yang berbicara kini
Tertambah dengan kerasnya kepala ini

Pengalaman tak terasah
Nan membuat hati resah
Sesumbar takkan merasa gundah
Mungkin ini sudah terpecah

Penyesalan - penyesalan yang ada diakhir
Dari segala kejadian yang telah berakhir
Menangispun rasa percuma, tak bisa mengusir
Kekecewaan yang terus bergulir

Kini jiwa tersadarkan
Atas kebodohan yang tlah dilakukan
Tapi tak bisa mengembalikan penyesalan
Dari apa yang tlah terselesaikan

Hanya bisa berharap dan mencoba
Agar tak terulang kembali semua
Kata - kata yang bertakjub penyesalan semata
Hingga segala hal punya akhir bahagia

GANTUNGAN BAJU


Hari demi hari berganti
Ku lihat selalu terisi
Tak berkurang malah bertambah kini
Dari kain yang berwarna - warni

Baju - baju yang tak terpakai
Tergantung melambai menghiasi
Mengulas gambaran diri
Dari waktu yang terlewati

Memang terlihat tak rapi
Tapi tlah menguak diri
Dalam berekspresi, kreasi dan percaya diri
Baju itu belum terpakai lagi

Dan tetap tergantung kembali
Karna mungkin esok terpakai kembali
Tak terasa waktu kian tak terakhiri
Gantungan baju itu sungguh kuat sekali

Menahan tiap - tiap helai
Tanpa merasa terbebani
Tiap ruas yang menjulang ini
Terisi dua atau tiga helai

Tak merasa bosankah engkau kini?
Tak capekkah engkau tergantung disini?
Tak proteskah engkau terus ku pasrahi?
Menitipkan baju - bajuku yang tlah terpakai