RUANG SEPI

Sendiri dalam sepi
Duduk melamun tanpa bunyi
Mata menatap tanpa henti
Tapi masih begitu sunyi

Bertemankan meja dan kursi
Mendengar dentuman menari
Dari jam dinding yang berotasi
Waktu berjalan tanpa henti

Tak terisi ruang sepi
Dengan alunan mulut bernyanyi
Hampa diri terus menanti
Berpacu bisu yang tersembunyi

Coba tuk ruang terisi
Manusia - manusia yang berlari
Masuk ruang tanpa permisi
Tuk sekedar menemani

Biar diri tak terperi
Dalam sunyi ruang sepi
Yang tampak asri tak berseri
Dipenuhi benda materi

Ah..., hilanglah sepi ini
Bergantikan seri dihati
Tapi ternyata hanya mimpi
Ruang belum terisi dan masih sepi

SESAL

Galau hati penuh pikiran bergemuruh
Tangispun tak terelakkan
Raga jiwa dalam diri serasa runtuh
Yang kini tlah engkau tinggalkan

Lemas semua persendian tulangku
Dan hanya duduk diam terpaku
Tanpa bisa untuk bibir berseru
Karna rasa dirundung duka lelayu

Dirimu yang teramat kucinta
Kenapa engkau tlah tiada
Menyisakan goresan lara didada
Jauh kini tanpa terjangkau mata

Tapi tetap diri mencari...
Tempat ragamu tersembunyi
Hari yang ku lewati kini
Hanya tekuni tuk mencari

Sesal yang meraja dalam hati
Penuh kelabu tertutup debu
Tak bisa temukan kubur yang terkunci
Daya dan upaya tlah coba mencarimu

Kini diri hanya berharap.....
Bertemu engkau di surga
Tersisa gelap mendekap
Sesal tak bisa tabur bunga

AKU....

Terlahir tanpa cacat
Menjerit penuh kaget
Dengan wajah pucat
Coba tuk hidup walau penuh hujat

Aku... memang hanya aku...
Merangkak perlahan tatihan
Yang tak tau arah tuju
Terbawa dalam peluk gendongan

Menjalani hari demi hari terlewati
Besar tubuh terisi gumpalan daging
Tanpa henti jalani kosong dan sunyi
Yang tertuang dalam jam dinding

Aku..., bersifat layaknya aku...
Terdoktrin komunitas masyarakat
Membawa tanpa arah tuju
Hingga dalam hati terasa mengikat

Aku..., ya..., hanya aku...
Aku... bukan kau...!!!
Tapi tetap aku...
Dan memang aku...

Diterima dan tidaknya aku...
Hanya beginilah wujudku...
Sekarang dan selamanya tetap aku...
Aku... dan aku...!

TIDUR

Terpejam mata dalam malam
Membuka diri dalam kelam
Pekat lelah yang mengeram
Merajut gambaran penuh bungkam

Terkulai tubuh dalam kamar
Nyaring penuh nada dengkur
Yang tak henti berkoar
Lantai kasur beralaskan tikar

Tenang nikmati perjalanan maya
Yang tak bisa terjadi saat datang mentari
Bantal jadi sandaran kepala
Dalam bentukan diri yang terselimuti

Semua bisa terjadi saat tidur
Hal yang semula belum terjadi
Walau itu hanya semu yang terbongkar
Tak tersudahi akan pergi

Beristirahat dalam dekapan tidur
Pulihkan raga jiwa penuh depresi
Dengan dongeng malam yang berikrar
Tampakkan mimpi tanpa janji

Tidur yang lelap....
Merajai malam yang gelap
Tanpa ada mata penuh tatap
Dan mulut yang bercakap

WAKTU

Berjalan perlahan tapi pasti
Jalan dengan putaran penuh rotasi
Berpindah dari angka satu sampai dua belas
Terbagi tiga jarum penuh ruas

Detik demi detik terlewati
Menit dan menit terbagi
Jam demi jam terlampoi
Hingga berganti dengan hari

Kau jadwal waktu dan hari
Tanpa terasa jemu terus mengisi
Petang dan pagi tanpa henti
Terus nampak detak rotasi bumi

Tak terasa kau pun penambah umur
Dengan sekian lama kau terus mengukur
Rambut dikepala yang terus tercukur
Hingga diri harus mati terkubur

Tapi kau takkan lekang
Laju waktu memang berbeda
Kau terus menjelang menentang
Butiran - butiran waktu yang menganga

Biaskan untaian perguliran waktu
Waktu sekecil apapun pasti berarti
Memberikan diri satu kesempatan tanpa jemu
Hanya waktu yang bisa menyudahi dan mengakhiri

PANGGUNG DUKA

Kembali terkulai dalam isak tangis
Akan deruan hidup yang teramat sadis
Serasa diri tak bisa menepis
Dan terus menyisakan perih yang tak tertepis

Dalam setiap golakan perjalanan takdir
Hanyakan menyisakan gumpalan ikrar
Yang berisikan duka tak berakhir
Oh..., beginikah yang terukir?!?!

Kenapa diriku hanya merasakan getir
Dan tiada pernah merasakan rona bahagia
Diripun coba tuk terus berzikir...
Tergilas dalam hati yang teramat sengsara

Andaikan hidup ini pun berakhir
Ku kan merasa penuh syukur
Karna mungkin berakhir pula takdir yang perih
Terlepas pula dari dalam jeratan penuh rintih

Oh..., dunia kenapa kau tempatkan diri...?
Dalam megahnya panggung ciptaan penuh duka
Diantara sandiwara yang diri perani
Tiada tersirat hasrat kan bahagia...?

PERGI

Raga adalah sebuah bentuk
Yang terisi sebentuk jiwa
Tanpa pernah kan coba menguak
Suatu raga jiwa yang berbentuk manusia

Jiwa yang mengobsesikan rasa
Lewat kata bertakjub cinta
Mengalun menggema dalam raga
Tapi tak mengerti makna cinta

Bergerak raga karna rasa
Ingin memulai dan menyudahi
Gelembung - gelembung bergelora
Jalani kehidupan duniawi

Saat jiwa terlepas pergi
Bentuk raga kembali diam....
Diam... untuk terbungkus tanpa isi
Kain putih seragam makam

Menyisakan kenangan yang tak terbuang
Kadang penuh iba dan gelak tawa
Kepergian yang pasti akan kita jelang
Dan kapan menyinggahi kita untuk terbawa

Pergi... dan pasti kan pergi
Menjulang tinggi ke nirwana tak terketahui
Meninggalkan hal - hal duniawi
Dan bertukar raga yang bermanusiawi

KESEMPATAN

Deru jantung diri berpacu kencang
Menderu galau tak terasa tenang
Berkomat - kamit mulut tuk terucap
Kala mendengar kabar yang mereka ucap

Bahwa kini engkau tlah tiada...
Untuk merangkai hari bersama
Runtuh diri bersimbah duka
Dan tak bisa menahan jatuh air mata

Hati merasa tak terima...
Atas apa yang sedang teralami
Oh... Tuhan mengapa begitu cepatnya....
Dia harus berpulang pada ilahi...?!

Kini engkau telah terkafani
Bersiap tuk menuju peraduan terakhir
Tangis isak tak mengiklaskan engkau pergi
Tapi tetap kau tak terbangunkan

Diri kini menyesalkan...?
Kenapa diri tak diberi kesempatan
Untuk mengantar engkau berperaduan
Oh... waktu tanpa kesempatan

Diri berucapkan kata - kata...
"Manakah keadilan bagi hamba..."
"Dimanakah kesempatan waktu hamba..."
"Oh... Tuhan tiadakah diri berkesempatan...."